Kamis, 21 Juni 2012

Lelaki Idaman (Sesungguhnya)


Lelaki Idaman (Sesungguhnya)


       “ Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.

Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Tergantung kita dalam menghadapi masalah tersebut dan mampukah untuk menyelesaikannya. Allah tidak akan memberi cobaan diluar batas kemampuan umatnya. Dan selalu menolong umatnya yang kesusahan.
Kemiskinan, kesengsaraan, kebodohan, kekufuran, itu semua bukan takdir, melainkan umat manusia itu sendiri yang membuat dirinya menjadi seperti itu. Sesungguhnya Allah telah menyiapkan segala apapun yang baik bagi umatnya. Dan Allah tidak akan merubah nasib umatnya, kecuali umatnya itu sendiri yang merubah dirinya.
Sama halnya dengan CINTA. Ia akan tumbuh dan bersemi bak bunga. Hinggapi hati setiap insan tanpa terkecuali. Tak ada seorangpun yang tidak di’virus’inya. Semua terkena penyakitnya. Virus Pink!
Tapi tak selamanya CINTA itu membuat orang bahagia. Melainkan bisa juga membuatnya sakit yang amatsangat. Seperti kisah berikut.

“S
iaaappp grakkkk !!!! Balik kanan bubar, jalan !!!” Raffa yang menjadi pemimpin pasukan membubarkan kawan-kawannya meninggalkan lapangan upacara. Seluruh siswa memasuki ruang kelas. Duduk rapih. Siap menerima pelajaran. Begitupun dengan Raffa, ia duduk di bangkunya, memasukkan topinya ke dalam tas. Kemudian sahabatnya, Risha mengahampiri.
“Fa, kemaren aku dipanggil sama Ibu Sutianah, katanya kita disuruh ngerjain tugas kelompok di buku paket halaman 88. Terus, ini dia daftar kelompoknya…” sahut Risha seraya menyodorkan secarik kertas pada Raffa.
 “Ilham, ????”  Ia kaget setelah mengetahui bahwa Ilham menjadi bagian kelompoknya..
“Lho kok kaget gitu, emangnya kenapa ??” tanya Risha, sahabatnya.
“Enngggg, ngga kok, ngga kenapa-napa. Rada aneh aja gitu, kok aku bisa sekelompok ama dia. Hheeheeh….”
Emangnya  salah?” Risha kembali bertanya.
Ngga… Ya bagus aja, jadi bisa lebih deket lah ..”
Risha hanya mengangguk, “Yayayaya...”
Raffa yang saat itu tak karuan, senyum-senyum sendiri. Tak kusangka, akhirnya aku bisa satu kelompok dengan lelaki idamanku, gumamnya. Memang sejak pertama kali bertemu Ilham di kelas itu, Raffa menjadi pengagum rahasia Ilham. Entah seolah ada yang mengisi ruang kosong dalam hatinya.
Kemudian Raffa yang melamun segera disadarkan oleh Risha,
“Kamu ini kenapa sih, dari tadi diliatin aneh banget. Kenapa sih??”
“Sha, coba bayangin deh, aku sekelompok dan bisa deket sama cowok idamanku. Hahaha senengnya ….”
Risha keheranan, “Siapa ??? Cerita dong….”
“Ilham ……….”
“Haahh Ilham ???? Ngga salah tuh, selera kamu yang kayak begituan …” Risha tak percaya.
Emang napa? Ngga salah, ‘kan? Aku bebas dong mau suka sama siapa aja..” jawab Raffa enteng.
Risha hanya bisa kembali mengangguk “Yayayaya…”

*************************************************************************
Keesokan harinya Raffa terlihat senang. Tentu saja, bagaimana tidak hari ini ia akan melaksanakan tugas kelompok bersama Ilham. Akan menjadi kisah yang menyenangkan, pikirnya.
Dengan berkumpul di rumah Ilham, Raffa dan teman-teman satu kelompoknya mulai mengerjakan tugas. Mereka akan membuat naskah drama. Raffa yang saat itu menjadi Ketua Kelompok, memimpin teman-temannya dalam diskusi.
Di selang-selang waktu diskusi sesekali mereka bercanda. Teman Raffa, Andi yang rakus itu menjadi bahan tertawaan mereka. Ilham yang tingkat ‘PeDe’nya selangit juga sering mengeluarkan lelucon-lelucon yang membuat teman-temannya tertawa terpingkal-pingkal. Bahkan tak jarang mereka berdua bertingkah aneh disaat semua anggota kelompok serius mengerjakan tugas.
“Heii udah dong, ketawanya, kapan mau beres nih tugas.. “ Risha protes.
“Iya nih, kalian bedua mah maen-maen mulu. Kita harus selesain tugas ini sekarang. Soalnya, besok tugasnya harus udah di kumpulin..” jelas Raffa.
Ilham menjawab, “Iya deh iya, sorry. Abis keenakan ketawa nih sama Andi. Oke kita baru sampe mana nih, tugasnya…” Ilham mengambil naskah yang baru saja ditulis oleh Raffa dan teman-temannya yang lain.
“Aku punya usul, gimana kalo kita tambahin komedi di naskah dramanya. Biar penonton ngga terlalu tegang liatnya. Gimana??” Ilham mengusulkan.
Anak-anak mengangguk, tapi tak satupun berbicara. Ilham sudah mengerti arti anggukan teman-temannya. Setuju. Ilham pun menumpahkan imajinasinya pada naskah tersebut. Tampak ia serius sekali dan rasanya tak ingin diganggu.
Risha berbisik, “Fa, boleh juga tuh gebetan kamu..”
Yoha, siapa dulu.. Pilihanku ngga salah, ‘kan ??” Raffa terlihat kepede-an.
Raffa yang saat itu memperhatikan Ilham, hanya tersenyum-senyum.  Kekaguman Raffa pada Ilham semakin menjadi begitu melihat sosok Ilham yang cekatan ada di depan matanya dan berada di sampingnya. Harus ia akui untuk kesekian kalinya, ia menyukai Ilham.
Selesai mengerjakan naskah tersebut, mereka semua sejenak beristirahat.
“Fa, aku salut deh sama kamu. Meskipun kamu punya kesibukan di rumah, tapi sekolah dan prestasi kamu tetep bagus.” sahut Ilham membuka percakapan.
Raffa hanya tersenyum malu, “Ah biasa aja. Kuncinya cuma harus tetep konsen buat belajar, en’ ngga lupa ibadah.”
Mama Ilham ikut nimbrung, “Makanya Ilham tuh kalo mau kayak Raffa harus rajin belajar. Ini malah maen terus. Mama Ilham sampe pusing kalo Ilham susah disuruh belajar..”
Risha menyambung, “Gini aja, gimana kalo Ilham ‘berguru’ sama Raffa tiap pulang sekolah. ‘Kan bisa bantuin Ilham belajar, tuh…”
“Ide bagus tuh. Ma, boleh, ‘kan?? Fa, kamu mau, ‘kan??” Ilham bertanya.
Mama Ilham mengangguk. Begitupun dengan Raffa. Tidak mungkin Raffa menolak penawaran brilian itu. Itung-itung dia berjuang di jalan Allah, dan ia juga bisa s’lalu bersama Ilham.
Hari demi hari terus berlalu. Bersama kisah yang Raffa lalui bersama sahabatnya, Risha. Dan kisahnya bersama Ilham yang menghiasi hari-harinya. Beberapa bulan terakhir ini mereka memang dekat, dan sering terlihat bersama. Raffa dan Ilham.

*************************************************************************
Namun berbeda dengan hari ini, Raffa tidak menemukan sosok Ilham di kelas. Seisi kelas tidak tahu kemana Ilham. Satu hari berlalu. Dua hari. Tiga hari. Empat hari. Hingga lima hari tidak ada kabar mengenai Ilham. Kemana Ilham?? tanyanya dalam hati. Hati kecil Raffa berkata, jujur, aku kesepian tanpa kamu, di kelas, Ilham !!!!!!
Keesokan harinya barulah terdengar kabar bahwa Ilham masuk Rumah Sakit, sejak seminggu yang lalu. Oh ini rupanya, mengapa Ilham tidak masuk di minggu ini. Dioperasi, kabarnya. Oh Ilham ada apa denganmu ?? Seminggu tidak ada kabar, dan rupanya kamu dirawat di Rumah Sakit, Raffa hanya mampu berbisik dalam hatinya.
Sepulang sekolah, Raffa dan teman-temannya menjenguk Ilham. Kabarnya sih, Ilham sudah diperbolehkan pulang oleh Dokter.
Setibanya dimuka rumah Ilham,
“Assalaamu’alaikum…”
“Wa’alaikum salaam …” terdengar jawaban dari dalam rumah Ilham.
Mereka pun dipersilakan masuk. Ilham terbaring di kasur, di kamarnya. Mereka pun dipersilakan untuk masuk ke kamar Ilham.
Namun apa yang didapati Raffa dan teman-temannya disana?? Seorang wanita berambut panjang dengan bondu merah jambu dan identitas diri kelas IX sedang duduk disamping Ilham, menyuapinya. Hanya berdua !!!!!!!!!!!
Kalian tentu bisa menebak apa yang dirasakan oleh Raffa kala itu. Ya, sakkkkiiiiiiiittttttt yang amat dalam !!!!!
Tak dapat tertuliskan betapa sakitnya Raffa kala itu. Semua mimpi yang telah Raffa harapkan bakal menjadi kenyataan bersama Ilham hancur sudah. Semua angannya jatuh seketika. Ahh pokoknya semua hancur berantakan saat itu juga.
Tiga puluh menit berada di dalam kamar itu bak 100 tahun di neraka bagi Raffa. Sungguh menyedihkan dan memilukan baginya. Bagaimana tidak, Ilham –lelaki idamannya- sedang berduaan dengan wanita lain di depan matanya. Oouuu sungguh menyakitkan !!!!!!!!!!!
Risha yang saat itu melihat ketidak-enakan Raffa segera menarik tangan Raffa meninggalkan kamar itu.
Udah lah, Fa. Jangan kayak gitu. Nanti rahasiamu selama ini tentang perasaan kamu ke Ilham jadi kebongkar..” Risha mencoba menghibur.
Raffa tak menjawab. Ia hanya mampu menundukkan kepalanya. Tak terasa ‘gerimis’ pun turun dari kelopak matanya. Risha segera memeluk sahabatnya itu.

*************************************************************************
Di malam harinya ………….
Raffa hanya bisa menangis di dalam kamarnya. Mengurung diri!! Meskipun Mamanya sudah berkali-kali membujuknya untuk keluar kamar, ia tetap bersikukuh ingin menenangkan dirinya di dalam kamar.
“Fa, kalo punya masalah cerita aja sama Mama. Siapa tau Mama bisa bantu. Biar masalahnya bisa selesai…” ujar Mama Raffa menawarkan bantuan.
Engga, Ma. Makasih. Raffa mau tidur aja..”
Sepeninggal itu, Raffa hanya berdiam diri di kamarnya. Tak diangkatnya telepon dari Risha yang sejak pulang dari rumah Ilham mencoba menghubunginya. Raffa melamun. Berpikir, mengapa harus begini kisah cintanya. Mengapa ia harus merasakan cinta, kalau akhirnya cinta itu hanya membuatnya sakit hati. Dan ia menyesali atas perasaaan yang tumbuh di hatinya pada Ilham. Aaaaahhhh andai bukan dirimu di hati ini, Ilham, teriaknya dalam hati.
Satu-satunya tempat ia mengadu tentang masalahnya kini adalah Kakaknya. Segera ia menghubungi Kakaknya lewat ponsel dan menceritakan semua masalahnya.


Setelah lama berbincang ……..
“Makasih, Mas. Sekarang Raffa udah rada mendingan. Met malem..” Raffa menutup teleponnya. Ia menoleh jam dinding di kamarnya. Pukul 23.17! Waah ternyata sudah 3,5 jam ia berkonsultasi dengan kakaknya.
 Ia bertekad dalam hati, aku bakalan ngelupain Ilham !!!!!

*************************************************************************
Keesokan harinya, di sekolah ……………
“Fa, kamu ngga kenapa-napa, kan? Aku khawatir sama kamu..” Risha langsung menghampiri Raffa yang baru datang, dan duduk dibangkunya.
Engga kok, engga kenapa-napa. Aku baik kok. Calm aja. Mulai sekarang aku bakalan coba buat ngelupain Ilham. Toh aku juga harus ngelanjutin hidup kan. Masak gara-gara Ilham aku jadi putus harapan…” ujar Raffa panjang lebar.
“Naah, gitu dong. Itu baru namanya Raffa sahabatku…” Risha tersenyum.
Mereka tertawa jika mengingat saat Raffa meneteskan air mata begitu melihat Ilham bersama wanita itu, yang kini kabarnya sudah resmi menjadi kekasih baru Ilham. Aku turut berbahagia, Ilham, bisik Raffa seraya memandangi foto Ilham. Semoga bahagia dengan cinta yang kamu miliki saat ini, bisiknya lagi. Raffa sudah bertekad untuk melupakan dan merelakan Ilham. Meski hatinya belum 100% dapat melakukan itu. Tapi ia tidak terlalu mengaharapkan Ilham lagi seperti dulu ia memujanya. Dalam hatinya ia berkata, I’m single and very happy!

**************************************************************************
Sepeninggal itu Raffa lebih senang menyendiri di Perpustakaan sekolahnya. Membaca buku, mencari sumber-sumber informasi mengenai pelajarannya di kelas. Mengingat sebentar lagi ia akan menghadapi Ujian Kenaikan Kelas. Ia lebih memfokuskan diri pada kegiatan belajarnya. Mengadakan diskusi tentang pelajaran bersama teman-temannya dibanding ikut-ikutan menggosip yang tak karuan.                          Jikalau ada waktu luang, tak jarang Raffa pun menghabiskan waktu bersama sahabatnya, Risha. Bercanda, tertawa bersama atau sekedar jajan di kantin sekolahnya. Rasanya kini hidupnya terasa plong, dan tidak memikul beban berat lagi. Tak ingin lagi ia merasakan cinta yang hanya akan membuatnya sakit hati. Dan tak ingin lagi terjebak dalam teka-teki cinta yang dianggapnya lebih rumit dari pelajaran Matematika di kelasnya.
Namun memang tak bisa dipungkiri. Kenangannya tentang Ilham masih melekat erat dalam pikirannya. Sulit ‘tuk ia lupakan bahkan ‘tuk ia musnahkan. Bagaimana tidak, Ilham adalah orang pertama yang membuat Raffa benar-benar merasakan ‘sesungguhnya cinta’ yang kata orang berjuta rasanya. Namun terkadang sakit itu kembali menyayatnya  ketika ia melihat Ilham sedang bersama wanita lain.
Disitulah ia sering membenci Ilham, tapi entah mengapa ia selalu bisa menerima Ilham lagi menjadi lelaki pilihannya, meski ia tahu bahwa Ilham sama sekali tidak menyukainya. Mungkin inilah namanya, CINTA PERTAMA, alias, FIRST LOVE ..

**************************************************************************
Setiap malam selalu terdengar alunan lagu UNGU Band di kamar Raffa. Ya, memang sudah menjadi kebiasaan dan rutinitas bagi Raffa untuk selalu mendengarkan lagu UNGU sebelum ia pergi tidur. Dan tak lupa ia memandangi foto –lelaki idamannya- yang tak lain adalah Ilham. Selalu Raffa sisipkan rintihan hatinya pada secarik foto Ilham. Berharap Ilham akan mendengarkan rintihan itu, bahwa betapa Raffa menyayanginya, dan menginginkannya. Sungguh berat hati ini melepaskanmu, Ilham, ucap Raffa seolah sedang berbicara pada foto itu.
Esok hari adalah hari Ujian Kenaikan Kelas. Butuh usaha dan perjuangan yang keras bagi Raffa untuk dapat melaluinya dengan baik. Ia teringat akan kegiatan belajarnya bersama Ilham beberapa bulan yang lalu. Itulah yang menjadi motivasi bagi Raffa saat ini. Ia ingin membuktikan pada Ilham bahwa meskipun kini emosinya sedang tinggi karena terbakar ‘api cemburu’ pada Ilham, namun ia masih mampu belajar dengan baik untuk pencapaian yang maksimal di akhir tahun ini. Ilham, aku bisa walau tanpa kamu di hati ini, tekadnya dalam hati.

Hari Ujian Kenaikan Kelas…………
Raffa yang duduk di bangku nomor 27 telah selesai mengerjakan soal-soal ulangannya. Ia sekali lagi memeriksa hasil pekerjaannya. Takut jikalau ada nomor yang terlewat atau ia lupa untuk menjawabnya.
Setelah selesai, ia menerawang seisi ruang kelas. Dan pandangannya segera tertuju pada lelaki dua bangku didepannya. Ilham. Tampak ia sedang kesulitan mengisi soal-soal ulangannya. Ia menoleh pada Raffa,
“Fa, nomor 12 apa??” bisiknya.
Raffa tak langsung menjawab permintaan ‘temannya’ itu. Ia berfikir sejenak. Ada keraguan dalam hatinya. Apakah ia akan memberitahukan jawaban ulangannya itu pada orang yang jelas-jelas telah sering melukai hatinya?? Atau ia memilih membungkam mulut dan lebih memilih memberitahu pada teman-temannya yang lain?? Di tengah keraguan itu, lagi-lagi hati kecilnya berkata, “bagaimanapun juga Ilham adalah orang yang pernah ada di hati ini, jangan egois..” dan akhirnya Raffa pun memberitahukan jawaban ulangannya pada Ilham.
“Makasih, Fa…” ucap Ilham sehabis bel pulang berbunyi, seraya berlalu dari hadapan Raffa dan pergi menemui wanita yang sejak tadi standby di muka pintu menunggu Ilham keluar dari ruang kelas.
“Ya, sama-sama. Aku juga seneng kok bisa bantuin kamu.” ucap Raffa pelan, sambil berharap Ilham akan meninggalkan senyuman untuknya. Namun ternyata tidak. Raffa pun segera mengambil tasnya dan pergi meninggalkan ruang kelas.

**************************************************************************
Seminggu berlalu, Ujian Kenaikan Kelas telah Raffa lewati dengan lancar. Dan akhirnya Hari Pembagian Rapor Kenaikan Kelas pun tiba. Raffa terlihat senang karena ia mendapat prestasi yang memuaskan. Inilah hasil dari kerja kerasku, pikirnya. Teman-temannya mengucapkan selamat padanya. Ia menoleh pada Ilham yang duduk di beranda Mushola itu. Tampak sedang memperhatikan buku Rapornya.       Raffa berkata pada dirinya sendiri, Ilham, makasih kar’na kamu udah jadi motivasi aku di kelas. Aku dapet prestasi ini karena aku selalu berharap bisa berikan yang terbaik buat kamu. Makasih banyak…
Ketika Raffa hendak menghampiri Ilham, seseorang menarik lengannya.
“Agung??? Ada apa???” tanya Raffa.
Agung hanya terdiam. Berusaha mengajak Raffa pergi dari tempat itu. Namun, Raffa terlanjur melihat apa yang berusaha disembunyikan Agung.
“Haahh?? Risha??? Risha sama Ilham???? Jadi selama ini……………….”
Raffa tak mampu melanjutkan ucapannya. Dan untuk kesekian kalinya, hatinya benar-benar hancur!!!! Ia tak percaya dengan apa yang ia lihat. Risha, sahabat yang selama ini menemaninya ternyata sedang ‘bermain’ di belakangnya. Dan mengapa harus dengan Ilham. Padahal ia tahu bahwa Raffa sangat-sangat menyukai Ilham. Mengapa ia tega melakukan ini semua.
Air matanya meleleh dan tidak ‘gerimis’ lagi. Ia berharap ada orang yang dapat membawanya pergi dari ‘pemandangan’ yang tidak meng-enakkan itu. Ingin menangis sekencang-kencangnya, dan melepaskan semua amarah di dadanya.
“Aku tau kamu suka sama Ilham. Dan aku tau betapa kamu menyukai Ilham. Sampe semua yang dia minta kamu penuhin. Aku tau kamu selalu berusaha supaya Ilham ‘ngeliat’ kamu. Dan aku tau betapa sakitnya kamu saat ini….” Agung yang semenjak tadi berada di sampingnya mencoba mengertikan Raffa.
“Kamu ngga salah udah merelakan Ilham bersama orang lain, meskipun sebenernya kamu masih mengharapkan dia. Sahabat kamu bukanlah malaikat atau peri di saaat kamu terluka. Ia juga mempunyai keinginan yang sama seperti kamu, yaitu memiliki Ilham. Menangislah selagi ada tempat untuk menumpahkan rasa sakit hati itu…” Agung mencoba menjelaskan.
Raffa pun menangis. Menangis sekencang-kencangnya. Agar ia dapat melegakan dadanya yang sejak melihat ‘insiden’ itu terasa sesak.
Ngga nyangka Sha, kamu sejahat itu. Lalu untuk apa semua waktu, perhatian, dan kasih sayang yang kamu kasih ke aku… Untuk apa?? Kalo akhirnya kamu bikin aku tambah sakit..” batin Raffa.
Agung membiarkan temannya itu menangis. Ia tak berusaha meredam tangis Raffa. Biarlah semua sakit dan sedihnya larut dalam sebuah tangisan.
“Fa, Risha dan Ilham sebenernya udah jadian sejak dua minggu lalu. Kebetulan waktu itu kamu ngga masuk sekolah. Dan Risha minta sama anak-anak sekelas untuk engga nyebarin hubungan mereka ke kelas lain. Termasuk kamu. Kar’na dia ngga mau dibilang penghianat sama kamu. Dan dia ngga mau kalo nanti akhirnya kamu bakalan marah sama dia. Dan sebenernya jauh dari hari ini, Risha emang suka sama Ilham. Tapi dia ngga punya nyali yang cukup buat bilang hal itu ke kamu. Aku tau hal ini karena aku pernah baca catatan Risha di bukunya yang aku pinjam waktu itu. Dan sebenernya  Ilham pernah nyatain cintanya ke Risha, tapi Risha nolak walaupun dalam hatinya ada keinginan untuk nerima cinta Ilham.” Agung menjelaskan panjang lebar.
“Terus, kenapa Risha malah nolak cinta Ilham padahal dia pengen banget ngedapetin Ilham??” tanya Raffa sambil menitikkan air mata.
“Risha nolak cinta Ilham dengan alasan takut hubungan persahabatannya sama kamu, jadi hancur…” Agung mencoba menurunkan tensi darah Raffa.
Raffa pun paham. Namun, ia masih belum bisa memusnahkan rasa sakit di hatinya itu. Hanya Agung yang kini setia di sampingnya, dan mencoba memperbaiki keadaan.
“Fa, sebenernya kamu adalah orang yang bodoh..” ucap Agung beberapa saat kemudian.
“Lho????”
“Ya, karena kamu menyayangi orang yang tidak menyayangi kamu. Dan kamu juga menangisi orang yang tidak mempedulikan kamu..”
Raffa hanya mengangguk. Mencoba mencerna apa yang diucapkan Agung tadi.
“Dan kesalahan terbesar kamu adalah menyia-nyiakan orang yang menyayangi kamu sepenuh hati…” sambung Agung.
“Siapa???”
“Aku…….”
Raffa tercengang.
Apa ini ujian dariMu lagi Ya Rabb ?? Apa ini hanya sebuah lelucon yang biasa aku dengar dari kesehariaan Ilham ?? Atau ini hanya sebait puisi cinta yang selalu aku sisipkan pada secarik foto Ilham ??
“Aku jujur, Fa. Aku beneran suka sama kamu. Sejak kita ketemu dan sampai sekarangpun perasaan ini tetep sama…..”
Raffa hanya diam. Tak tahu apa yang mesti ia ucapakan bahwa ………
“Ya ….”

Raffa menutup tahun ajaran ini. Melupakan Ilham yang menjadi masa lalunya. Kini ia bahagia dengan –lelaki idamannya- Agung.
Terimakasih Ya Rabb …

Tidak ada komentar:

Posting Komentar