Lelaki Idaman (Sesungguhnya)
“ “ Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan.
Setiap
masalah pasti ada jalan keluarnya. Tergantung kita dalam menghadapi masalah
tersebut dan mampukah untuk menyelesaikannya. Allah tidak akan memberi cobaan
diluar batas kemampuan umatnya. Dan selalu menolong umatnya yang kesusahan.
Kemiskinan,
kesengsaraan, kebodohan, kekufuran, itu semua bukan takdir, melainkan umat
manusia itu sendiri yang membuat dirinya menjadi seperti itu. Sesungguhnya
Allah telah menyiapkan segala apapun yang baik bagi umatnya. Dan Allah tidak
akan merubah nasib umatnya, kecuali umatnya itu sendiri yang merubah dirinya.
Sama
halnya dengan CINTA. Ia akan tumbuh dan bersemi bak bunga. Hinggapi hati setiap
insan tanpa terkecuali. Tak ada seorangpun yang tidak di’virus’inya. Semua
terkena penyakitnya. Virus Pink!
Tapi
tak selamanya CINTA itu membuat orang bahagia. Melainkan bisa juga membuatnya
sakit yang amatsangat. Seperti kisah berikut.
“S
|
iaaappp
grakkkk !!!! Balik kanan bubar, jalan !!!” Raffa yang menjadi pemimpin pasukan
membubarkan kawan-kawannya meninggalkan lapangan upacara. Seluruh siswa
memasuki ruang kelas. Duduk rapih. Siap menerima pelajaran. Begitupun dengan
Raffa, ia duduk di bangkunya, memasukkan topinya ke dalam tas. Kemudian sahabatnya,
Risha mengahampiri.
“Fa,
kemaren aku dipanggil sama Ibu
Sutianah, katanya kita disuruh ngerjain tugas kelompok di buku paket
halaman 88. Terus, ini dia daftar kelompoknya…” sahut Risha seraya menyodorkan
secarik kertas pada Raffa.
“Ilham, ????”
Ia kaget setelah mengetahui bahwa Ilham menjadi bagian kelompoknya..
“Lho
kok kaget gitu, emangnya kenapa ??”
tanya Risha, sahabatnya.
“Enngggg,
ngga kok, ngga kenapa-napa. Rada
aneh aja gitu, kok aku bisa sekelompok ama
dia. Hheeheeh….”
“Emangnya salah?” Risha kembali bertanya.
“Ngga… Ya bagus aja, jadi bisa lebih deket
lah ..”
Risha
hanya mengangguk, “Yayayaya...”
Raffa
yang saat itu tak karuan, senyum-senyum sendiri. Tak kusangka, akhirnya aku
bisa satu kelompok dengan lelaki idamanku, gumamnya. Memang sejak pertama kali
bertemu Ilham di kelas itu, Raffa menjadi pengagum rahasia Ilham. Entah seolah
ada yang mengisi ruang kosong dalam hatinya.
Kemudian
Raffa yang melamun segera disadarkan oleh Risha,
“Kamu
ini kenapa sih, dari tadi diliatin aneh banget. Kenapa sih??”
“Sha,
coba bayangin deh, aku sekelompok dan
bisa deket sama cowok idamanku. Hahaha senengnya
….”
Risha
keheranan, “Siapa ??? Cerita dong….”
“Ilham
……….”
“Haahh
Ilham ???? Ngga salah tuh, selera
kamu yang kayak begituan …” Risha tak
percaya.
“Emang napa? Ngga salah, ‘kan? Aku bebas
dong mau suka sama siapa aja..” jawab Raffa enteng.
Risha
hanya bisa kembali mengangguk “Yayayaya…”
*************************************************************************
Keesokan
harinya Raffa terlihat senang. Tentu saja, bagaimana tidak hari ini ia akan melaksanakan
tugas kelompok bersama Ilham. Akan menjadi kisah yang menyenangkan, pikirnya.
Dengan
berkumpul di rumah Ilham, Raffa dan teman-teman satu kelompoknya mulai
mengerjakan tugas. Mereka akan membuat naskah drama. Raffa yang saat itu
menjadi Ketua Kelompok, memimpin teman-temannya dalam diskusi.
Di
selang-selang waktu diskusi sesekali mereka bercanda. Teman Raffa, Andi yang
rakus itu menjadi bahan tertawaan mereka. Ilham yang tingkat ‘PeDe’nya selangit
juga sering mengeluarkan lelucon-lelucon yang membuat teman-temannya tertawa
terpingkal-pingkal. Bahkan tak jarang mereka berdua bertingkah aneh disaat
semua anggota kelompok serius mengerjakan tugas.
“Heii
udah dong, ketawanya, kapan mau beres
nih tugas.. “ Risha protes.
“Iya
nih, kalian bedua mah maen-maen mulu. Kita harus selesain tugas ini sekarang. Soalnya, besok tugasnya harus udah di kumpulin..” jelas Raffa.
Ilham
menjawab, “Iya deh iya, sorry. Abis keenakan ketawa nih sama Andi. Oke kita baru sampe mana nih, tugasnya…” Ilham mengambil naskah yang baru saja ditulis oleh
Raffa dan teman-temannya yang lain.
“Aku
punya usul, gimana kalo kita tambahin komedi di naskah dramanya. Biar penonton ngga terlalu tegang liatnya.
Gimana??” Ilham mengusulkan.
Anak-anak
mengangguk, tapi tak satupun berbicara. Ilham sudah mengerti arti anggukan
teman-temannya. Setuju. Ilham pun menumpahkan imajinasinya pada naskah
tersebut. Tampak ia serius sekali dan rasanya tak ingin diganggu.
Risha
berbisik, “Fa, boleh juga tuh gebetan
kamu..”
“Yoha, siapa dulu.. Pilihanku ngga salah, ‘kan ??” Raffa terlihat kepede-an.
Raffa
yang saat itu memperhatikan Ilham, hanya tersenyum-senyum. Kekaguman Raffa pada Ilham semakin menjadi
begitu melihat sosok Ilham yang cekatan ada di depan matanya dan berada di
sampingnya. Harus ia akui untuk kesekian kalinya, ia menyukai Ilham.
Selesai
mengerjakan naskah tersebut, mereka semua sejenak beristirahat.
“Fa,
aku salut deh sama kamu. Meskipun
kamu punya kesibukan di rumah, tapi sekolah dan prestasi kamu tetep bagus.” sahut Ilham membuka
percakapan.
Raffa
hanya tersenyum malu, “Ah biasa aja.
Kuncinya cuma harus tetep konsen buat belajar, en’ ngga
lupa ibadah.”
Mama
Ilham ikut nimbrung, “Makanya Ilham tuh kalo mau kayak Raffa harus rajin
belajar. Ini malah maen terus. Mama
Ilham sampe pusing kalo Ilham susah disuruh belajar..”
Risha
menyambung, “Gini aja, gimana kalo Ilham ‘berguru’ sama Raffa tiap
pulang sekolah. ‘Kan
bisa bantuin Ilham belajar, tuh…”
“Ide
bagus tuh. Ma, boleh, ‘kan??
Fa, kamu mau, ‘kan??” Ilham bertanya.
Mama
Ilham mengangguk. Begitupun dengan Raffa. Tidak mungkin Raffa menolak penawaran
brilian itu. Itung-itung dia berjuang di jalan Allah, dan ia juga bisa s’lalu
bersama Ilham.
Hari
demi hari terus berlalu. Bersama kisah yang Raffa lalui bersama sahabatnya,
Risha. Dan kisahnya bersama Ilham yang menghiasi hari-harinya. Beberapa bulan
terakhir ini mereka memang dekat, dan sering terlihat bersama. Raffa dan Ilham.
*************************************************************************
Namun
berbeda dengan hari ini, Raffa tidak menemukan sosok Ilham di kelas. Seisi
kelas tidak tahu kemana Ilham. Satu hari berlalu. Dua hari. Tiga hari. Empat
hari. Hingga lima
hari tidak ada kabar mengenai Ilham. Kemana Ilham?? tanyanya dalam hati. Hati
kecil Raffa berkata, jujur, aku kesepian tanpa kamu, di kelas, Ilham !!!!!!
Keesokan
harinya barulah terdengar kabar bahwa Ilham masuk Rumah Sakit, sejak seminggu
yang lalu. Oh ini rupanya, mengapa Ilham tidak masuk di minggu ini. Dioperasi,
kabarnya. Oh Ilham ada apa denganmu ?? Seminggu tidak ada kabar, dan rupanya
kamu dirawat di Rumah Sakit, Raffa hanya mampu berbisik dalam hatinya.
Sepulang
sekolah, Raffa dan teman-temannya menjenguk Ilham. Kabarnya sih, Ilham sudah diperbolehkan pulang
oleh Dokter.
Setibanya
dimuka rumah Ilham,
“Assalaamu’alaikum…”
“Wa’alaikum
salaam …” terdengar jawaban dari dalam rumah Ilham.
Mereka
pun dipersilakan masuk. Ilham terbaring di kasur, di kamarnya. Mereka pun
dipersilakan untuk masuk ke kamar Ilham.
Namun
apa yang didapati Raffa dan teman-temannya disana?? Seorang wanita berambut
panjang dengan bondu merah jambu dan identitas diri kelas IX sedang duduk
disamping Ilham, menyuapinya. Hanya berdua !!!!!!!!!!!
Kalian
tentu bisa menebak apa yang dirasakan oleh Raffa kala itu. Ya, sakkkkiiiiiiiittttttt
yang amat dalam !!!!!
Tak
dapat tertuliskan betapa sakitnya Raffa kala itu. Semua mimpi yang telah Raffa harapkan
bakal menjadi kenyataan bersama Ilham hancur sudah. Semua angannya jatuh
seketika. Ahh pokoknya semua hancur
berantakan saat itu juga.
Tiga
puluh menit berada di dalam kamar itu bak 100 tahun di neraka bagi Raffa.
Sungguh menyedihkan dan memilukan baginya. Bagaimana tidak, Ilham –lelaki
idamannya- sedang berduaan dengan wanita lain di depan matanya. Oouuu sungguh
menyakitkan !!!!!!!!!!!
Risha
yang saat itu melihat ketidak-enakan
Raffa segera menarik tangan Raffa meninggalkan kamar itu.
“Udah lah, Fa. Jangan kayak gitu. Nanti rahasiamu selama ini
tentang perasaan kamu ke Ilham jadi kebongkar..”
Risha mencoba menghibur.
Raffa
tak menjawab. Ia hanya mampu menundukkan kepalanya. Tak terasa ‘gerimis’ pun
turun dari kelopak matanya. Risha segera memeluk sahabatnya itu.
*************************************************************************
Di
malam harinya ………….
Raffa
hanya bisa menangis di dalam kamarnya. Mengurung diri!! Meskipun Mamanya sudah
berkali-kali membujuknya untuk keluar kamar, ia tetap bersikukuh ingin
menenangkan dirinya di dalam kamar.
“Fa,
kalo punya masalah cerita aja sama Mama. Siapa tau Mama bisa bantu. Biar masalahnya bisa selesai…” ujar Mama
Raffa menawarkan bantuan.
“Engga, Ma. Makasih. Raffa mau tidur aja..”
Sepeninggal
itu, Raffa hanya berdiam diri di kamarnya. Tak diangkatnya telepon dari Risha
yang sejak pulang dari rumah Ilham mencoba menghubunginya. Raffa melamun.
Berpikir, mengapa harus begini kisah cintanya. Mengapa ia harus merasakan
cinta, kalau akhirnya cinta itu hanya membuatnya sakit hati. Dan ia menyesali
atas perasaaan yang tumbuh di hatinya pada Ilham. Aaaaahhhh andai bukan dirimu
di hati ini, Ilham, teriaknya dalam hati.
Satu-satunya
tempat ia mengadu tentang masalahnya kini adalah Kakaknya. Segera ia
menghubungi Kakaknya lewat ponsel dan menceritakan semua masalahnya.
Setelah
lama berbincang ……..
“Makasih,
Mas. Sekarang Raffa udah rada mendingan. Met malem..” Raffa menutup teleponnya. Ia menoleh jam dinding di
kamarnya. Pukul 23.17! Waah ternyata sudah 3,5 jam ia berkonsultasi dengan
kakaknya.
Ia bertekad dalam hati, aku bakalan ngelupain Ilham !!!!!
*************************************************************************
Keesokan
harinya, di sekolah ……………
“Fa,
kamu ngga kenapa-napa, kan?
Aku khawatir sama kamu..” Risha langsung menghampiri Raffa yang baru datang,
dan duduk dibangkunya.
“Engga kok, engga kenapa-napa. Aku baik kok.
Calm aja. Mulai sekarang aku bakalan coba buat ngelupain Ilham. Toh aku juga harus ngelanjutin hidup kan. Masak gara-gara Ilham aku jadi putus
harapan…” ujar Raffa panjang lebar.
“Naah,
gitu dong. Itu baru namanya Raffa sahabatku…”
Risha tersenyum.
Mereka
tertawa jika mengingat saat Raffa meneteskan air mata begitu melihat Ilham
bersama wanita itu, yang kini kabarnya sudah resmi menjadi kekasih baru Ilham. Aku turut berbahagia, Ilham,
bisik Raffa seraya memandangi foto Ilham. Semoga bahagia dengan cinta yang kamu
miliki saat ini, bisiknya lagi. Raffa sudah bertekad untuk melupakan dan
merelakan Ilham. Meski hatinya belum 100% dapat melakukan itu. Tapi ia tidak
terlalu mengaharapkan Ilham lagi seperti dulu ia memujanya. Dalam hatinya ia
berkata, I’m single and very happy!
**************************************************************************
Sepeninggal
itu Raffa lebih senang menyendiri di Perpustakaan sekolahnya. Membaca buku,
mencari sumber-sumber informasi mengenai pelajarannya di kelas. Mengingat
sebentar lagi ia akan menghadapi Ujian Kenaikan Kelas. Ia lebih memfokuskan
diri pada kegiatan belajarnya. Mengadakan diskusi tentang pelajaran bersama
teman-temannya dibanding ikut-ikutan menggosip yang tak karuan. Jikalau
ada waktu luang, tak jarang Raffa pun menghabiskan waktu bersama sahabatnya,
Risha. Bercanda, tertawa bersama atau sekedar jajan di kantin sekolahnya.
Rasanya kini hidupnya terasa plong,
dan tidak memikul beban berat lagi. Tak ingin lagi ia merasakan cinta yang
hanya akan membuatnya sakit hati. Dan tak ingin lagi terjebak dalam teka-teki
cinta yang dianggapnya lebih rumit dari pelajaran Matematika di kelasnya.
Namun
memang tak bisa dipungkiri. Kenangannya tentang Ilham masih melekat erat dalam
pikirannya. Sulit ‘tuk ia lupakan bahkan ‘tuk ia musnahkan. Bagaimana tidak,
Ilham adalah orang pertama yang membuat Raffa benar-benar merasakan
‘sesungguhnya cinta’ yang kata orang berjuta rasanya. Namun terkadang sakit itu
kembali menyayatnya ketika ia melihat
Ilham sedang bersama wanita lain.
Disitulah
ia sering membenci Ilham, tapi entah mengapa ia selalu bisa menerima Ilham lagi
menjadi lelaki pilihannya, meski ia tahu bahwa Ilham sama sekali tidak
menyukainya. Mungkin inilah namanya, CINTA PERTAMA, alias, FIRST LOVE ..
**************************************************************************
Setiap
malam selalu terdengar alunan lagu UNGU Band di kamar Raffa. Ya, memang sudah
menjadi kebiasaan dan rutinitas bagi Raffa untuk selalu mendengarkan lagu UNGU
sebelum ia pergi tidur. Dan tak lupa ia memandangi foto –lelaki idamannya- yang
tak lain adalah Ilham. Selalu Raffa sisipkan rintihan hatinya pada secarik foto
Ilham. Berharap Ilham akan mendengarkan rintihan itu, bahwa betapa Raffa
menyayanginya, dan menginginkannya. Sungguh berat hati ini melepaskanmu, Ilham,
ucap Raffa seolah sedang berbicara pada foto itu.
Esok
hari adalah hari Ujian Kenaikan Kelas. Butuh usaha dan perjuangan yang keras
bagi Raffa untuk dapat melaluinya dengan baik. Ia teringat akan kegiatan belajarnya
bersama Ilham beberapa bulan yang lalu. Itulah yang menjadi motivasi bagi Raffa
saat ini. Ia ingin membuktikan pada Ilham bahwa meskipun kini emosinya sedang
tinggi karena terbakar ‘api cemburu’ pada Ilham, namun ia masih mampu belajar
dengan baik untuk pencapaian yang maksimal di akhir tahun ini. Ilham, aku bisa
walau tanpa kamu di hati ini, tekadnya dalam hati.
Hari
Ujian Kenaikan Kelas…………
Raffa
yang duduk di bangku nomor 27 telah selesai mengerjakan soal-soal ulangannya.
Ia sekali lagi memeriksa hasil pekerjaannya. Takut jikalau ada nomor yang
terlewat atau ia lupa untuk menjawabnya.
Setelah
selesai, ia menerawang seisi ruang kelas. Dan pandangannya segera tertuju pada
lelaki dua bangku didepannya. Ilham. Tampak ia sedang kesulitan mengisi soal-soal
ulangannya. Ia menoleh pada Raffa,
“Fa,
nomor 12 apa??” bisiknya.
Raffa
tak langsung menjawab permintaan ‘temannya’ itu. Ia berfikir sejenak. Ada keraguan dalam
hatinya. Apakah ia akan memberitahukan jawaban ulangannya itu pada orang yang
jelas-jelas telah sering melukai hatinya?? Atau ia memilih membungkam mulut dan
lebih memilih memberitahu pada teman-temannya yang lain?? Di tengah keraguan
itu, lagi-lagi hati kecilnya berkata, “bagaimanapun juga Ilham adalah orang
yang pernah ada di hati ini, jangan egois..” dan akhirnya Raffa pun
memberitahukan jawaban ulangannya pada Ilham.
“Makasih,
Fa…” ucap Ilham sehabis bel pulang berbunyi, seraya berlalu dari hadapan Raffa
dan pergi menemui wanita yang sejak tadi standby
di muka pintu menunggu Ilham keluar dari ruang kelas.
“Ya,
sama-sama. Aku juga seneng kok bisa bantuin kamu.” ucap Raffa pelan, sambil
berharap Ilham akan meninggalkan senyuman untuknya. Namun ternyata tidak. Raffa
pun segera mengambil tasnya dan pergi meninggalkan ruang kelas.
**************************************************************************
Seminggu
berlalu, Ujian Kenaikan Kelas telah Raffa lewati dengan lancar. Dan akhirnya
Hari Pembagian Rapor Kenaikan Kelas pun tiba. Raffa terlihat senang karena ia
mendapat prestasi yang memuaskan. Inilah hasil dari kerja kerasku, pikirnya.
Teman-temannya mengucapkan selamat padanya. Ia menoleh pada Ilham yang duduk di
beranda Mushola itu. Tampak sedang memperhatikan buku Rapornya. Raffa berkata pada dirinya sendiri, Ilham,
makasih kar’na kamu udah jadi motivasi aku di kelas. Aku dapet prestasi ini karena aku selalu
berharap bisa berikan yang terbaik buat kamu. Makasih banyak…
Ketika
Raffa hendak menghampiri Ilham, seseorang menarik lengannya.
“Agung???
Ada apa???”
tanya Raffa.
Agung
hanya terdiam. Berusaha mengajak Raffa pergi dari tempat itu. Namun, Raffa
terlanjur melihat apa yang berusaha disembunyikan Agung.
“Haahh??
Risha??? Risha sama Ilham???? Jadi selama ini……………….”
Raffa
tak mampu melanjutkan ucapannya. Dan untuk kesekian kalinya, hatinya
benar-benar hancur!!!! Ia tak percaya dengan apa yang ia lihat. Risha, sahabat
yang selama ini menemaninya ternyata sedang ‘bermain’ di belakangnya. Dan
mengapa harus dengan Ilham. Padahal ia tahu bahwa Raffa sangat-sangat menyukai
Ilham. Mengapa ia tega melakukan ini semua.
Air
matanya meleleh dan tidak ‘gerimis’ lagi. Ia berharap ada orang yang dapat
membawanya pergi dari ‘pemandangan’ yang tidak meng-enakkan itu. Ingin menangis
sekencang-kencangnya, dan melepaskan semua amarah di dadanya.
“Aku
tau kamu suka sama Ilham. Dan aku tau betapa kamu menyukai Ilham. Sampe semua yang dia minta kamu penuhin. Aku tau kamu selalu berusaha supaya Ilham ‘ngeliat’ kamu. Dan aku tau betapa sakitnya kamu saat ini….”
Agung yang semenjak tadi berada di sampingnya mencoba mengertikan Raffa.
“Kamu
ngga salah udah merelakan Ilham bersama orang lain, meskipun sebenernya kamu masih mengharapkan dia.
Sahabat kamu bukanlah malaikat atau peri di saaat kamu terluka. Ia juga
mempunyai keinginan yang sama seperti kamu, yaitu memiliki Ilham. Menangislah
selagi ada tempat untuk menumpahkan rasa sakit hati itu…” Agung mencoba
menjelaskan.
Raffa
pun menangis. Menangis sekencang-kencangnya. Agar ia dapat melegakan dadanya
yang sejak melihat ‘insiden’ itu terasa sesak.
“Ngga nyangka Sha, kamu sejahat itu. Lalu
untuk apa semua waktu, perhatian, dan kasih sayang yang kamu kasih ke aku…
Untuk apa?? Kalo akhirnya kamu bikin aku tambah sakit..” batin Raffa.
Agung
membiarkan temannya itu menangis. Ia tak berusaha meredam tangis Raffa. Biarlah
semua sakit dan sedihnya larut dalam sebuah tangisan.
“Fa,
Risha dan Ilham sebenernya udah jadian sejak dua minggu lalu.
Kebetulan waktu itu kamu ngga masuk
sekolah. Dan Risha minta sama anak-anak sekelas untuk engga nyebarin hubungan mereka ke kelas lain. Termasuk kamu. Kar’na
dia ngga mau dibilang penghianat sama
kamu. Dan dia ngga mau kalo nanti
akhirnya kamu bakalan marah sama dia.
Dan sebenernya jauh dari hari ini, Risha
emang suka sama Ilham. Tapi dia ngga punya nyali yang cukup buat
bilang hal itu ke kamu. Aku tau hal
ini karena aku pernah baca catatan Risha di bukunya yang aku pinjam waktu itu.
Dan sebenernya Ilham pernah nyatain cintanya ke Risha, tapi Risha nolak walaupun dalam hatinya ada keinginan untuk nerima cinta Ilham.” Agung menjelaskan
panjang lebar.
“Terus,
kenapa Risha malah nolak cinta Ilham
padahal dia pengen banget ngedapetin Ilham??”
tanya Raffa sambil menitikkan air mata.
“Risha
nolak cinta Ilham dengan alasan takut
hubungan persahabatannya sama kamu, jadi hancur…” Agung mencoba menurunkan
tensi darah Raffa.
Raffa
pun paham. Namun, ia masih belum bisa memusnahkan rasa sakit di hatinya itu. Hanya
Agung yang kini setia di sampingnya, dan mencoba memperbaiki keadaan.
“Fa,
sebenernya kamu adalah orang yang
bodoh..” ucap Agung beberapa saat kemudian.
“Lho????”
“Ya,
karena kamu menyayangi orang yang tidak menyayangi kamu. Dan kamu juga
menangisi orang yang tidak mempedulikan kamu..”
Raffa
hanya mengangguk. Mencoba mencerna apa yang diucapkan Agung tadi.
“Dan
kesalahan terbesar kamu adalah menyia-nyiakan orang yang menyayangi kamu
sepenuh hati…” sambung Agung.
“Siapa???”
“Aku…….”
Raffa
tercengang.
Apa
ini ujian dariMu lagi Ya Rabb ?? Apa ini hanya sebuah lelucon yang biasa aku
dengar dari kesehariaan Ilham ?? Atau ini hanya sebait puisi cinta yang selalu
aku sisipkan pada secarik foto Ilham ??
“Aku
jujur, Fa. Aku beneran suka sama kamu.
Sejak kita ketemu dan sampai
sekarangpun perasaan ini tetep sama…..”
Raffa
hanya diam. Tak tahu apa yang mesti ia ucapakan bahwa ………
“Ya
….”
Raffa
menutup tahun ajaran ini. Melupakan Ilham yang menjadi masa lalunya. Kini ia bahagia
dengan –lelaki idamannya- Agung.
Terimakasih
Ya Rabb …
Tidak ada komentar:
Posting Komentar