Kamis, 05 September 2013

tugas



Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau (Jepang: Dokuritsu Junbi Cosakai atau dilafalkan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai) adalah sebuah badan yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan balatentara Jepang pada tanggal 29 April 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito. Badan ini dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan bangsa Indonesia dengan menjanjikan bahwa Jepang akan membantu proses kemerdekaan Indonesia. BPUPKI beranggotakan 63 orang yang diketuai oleh Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua Hibangase Yosio (orang Jepang) dan R.P. Soeroso.
Di luar anggota BPUPKI, dibentuk sebuah Badan Tata Usaha (semacam sekretariat) yang beranggotakan 60 orang. Badan Tata Usaha ini dipimpin oleh R.P.Soeroso, dengan wakil Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda (orang Jepang).
Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang membubarkan BPUPKI dan membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau (Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai) dengan anggota berjumlah 21 orang sebagai upaya pencerminan perwakilan etnis [1]terdiri berasal dari 12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang dari maluku, 1 orang dari Tionghoa.
Rapat Pertama
Rapat pertama diadakan di gedung Chuo Sangi In di Jalan Pejambon 6 Jakarta yang kini dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila. Pada zaman Belanda, gedung tersebut merupakan gedung Volksraad, lembaga DPR pada jaman kolonial Belanda.
Rapat dibuka pada tanggal 28 Mei 1945 dan pembahasan dimulai keesokan harinya 29 Mei 1945 dengan tema dasar negara. Pada rapat pertama ini terdapat 3 orang yang mengajukan pendapatnya tentang dasar negara.
Pada tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muhammad Yamin dalam pidato singkatnya mengemukakan lima asas yaitu:
1. peri kebangsaan
2. peri ke Tuhanan
3. kesejahteraan rakyat
4. peri kemanusiaan
5. peri kerakyatan
Pada tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Mr. Soepomo mengusulkan lima asas yaitu
1. persatuan
2. mufakat dan demokrasi
3. keadilan sosial
4. kekeluargaan
5. musyawarah
Pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno mengusulkan lima asas pula yang disebut Pancasila yaitu:[2]
a. kebangsaan Indonesia
b. internasionalisme dan peri kemanusiaan
c. mufakat atau demokrasi
d. kesejahteraan sosial
e. Ketuhanan yang Maha Esa

Kelima asas dari Soekarno disebut Pancasila yang menurut beliau bilamana diperlukan dapat diperas menjadi Trisila atau Tiga Sila yaitu:
a. Sosionasionalisme
b. Sosiodemokrasi
c. Ketuhanan yang berkebudayaan
Bahkan masih menurut Soekarno, Trisila tersebut di atas bila diperas kembali disebutnya sebagai Ekasila yaitu merupakan sila gotong royong merupakan upaya Soekarno dalam menjelaskan bahwa konsep tersebut adalah dalam satu-kesatuan. Selanjutnya lima asas tersebut kini dikenal dengan istilah Pancasila, namun konsep bersikaf kesatuan tersebut pada akhirnya disetujui dengan urutan serta redaksi yang sedikit berbeda.
Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang BPUPKI mengenai penerapan aturan Islam dalam Indonesia yang baru.
Masa antara Rapat Pertama dan Kedua
Sampai akhir rapat pertama, masih belum ditemukan kesepakatan untuk perumusan dasar negara, sehingga akhirnya dibentuklah panitia kecil untuk menggodok berbagai masukan. Panitia kecil beranggotakan 9 orang dan dikenal pula sebagai Panitia Sembilan dengan susunan sebagai berikut:
1. Ir. Soekarno (ketua)
2. Drs. Moh. Hatta (wakil ketua)
3. Mr. Achmad Soebardjo (anggota)
4. Mr. Muhammad Yamin (anggota)
5. KH. Wachid Hasyim (anggota)
6. Abdul Kahar Muzakir (anggota)
7. Abikoesno Tjokrosoejoso (anggota)
8. H. Agus Salim (anggota)
9. Mr. A.A. Maramis (anggota)
Setelah melakukan kompromi antara 4 orang dari kaum kebangsaan (nasionalis) dan 4 orang dari pihak Islam, tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar negara yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang berisikan: a. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya b. Kemanusiaan yang adil dan beradab c. Persatuan Indonesia d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rapat Kedua
Rapat kedua berlangsung 10-17 Juli 1945 dengan tema bahasan bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, pendidikan dan pengajaran. Dalam rapat ini dibentuk Panitia Perancang Undang-Undang Dasar beranggotakan 19 orang dengan ketua Ir. Soekarno, Panitia Pembelaan Tanah Air dengan ketua Abikoesno Tjokrosoejoso dan Panitia Ekonomi dan Keuangan diketuai Mohamad Hatta.
Dengan pemungutan suara, akhirnya ditentukan wilayah Indonesia merdeka yakni wilayah Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor-Portugis, dan pulau-pulau sekitarnya.[3][4]
Pada tanggal 11 Juli 1945 Panitia Perancang UUD membentuk lagi panitia kecil beranggotakan 7 orang yaitu:
1. Prof. Dr. Mr. Soepomo (ketua merangkap anggota)
2. Mr. Wongsonegoro
3. Mr. Achmad Soebardjo
4. Mr. A.A. Maramis
5. Mr. R.P. Singgih
6. H. Agus Salim
7. Dr. Soekiman
Pada tanggal 13 Juli 1945 Panitia Perancang UUD mengadakan sidang untuk membahas hasil kerja panitia kecil perancang UUD tersebut.
Pada tanggal 14 Juli 1945, rapat pleno BPUPKI menerima laporan Panitia Perancang UUD yang dibacakan oleh Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut tercantum tiga masalah pokok yaitu: a. pernyataan Indonesia merdeka b. pembukaan UUD c. batang tubuh UUD
Konsep proklamasi kemerdekaan rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia pertama Piagam Jakarta. Sedangkan konsep Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat Piagam Jakarta.


Komunisme adalah salah satu ideologi di dunia, selain kapitalisme dan ideologi lainnya. Komunisme lahir sebagai reaksi terhadap kapitalisme di abad ke-19, yang mana mereka itu mementingkan individu pemilik dan mengesampingkan buruh.
negara komunis adalah nehara yang menggunakan idiologi bahwa setiap warga negaranya mempunyai darajat yang sama satu sama lain. Istilah komunisme sering dicampuradukkan dengan Marxisme. Komunisme adalah ideologi yang digunakan partai komunis di seluruh dunia. Racikan ideologi ini berasal dari pemikiran Lenin sehingga dapat pula disebut "Marxisme-Leninisme".
Dalam komunisme perubahan Josias harus dimulai dari peran Partai Komunis. Logika secara ringkasnya, perubahan sosial dimulai dari buruh, namun pengorganisasian Buruh hanya dapat berhasil jika bernaung di bawah dominasi partai. Partai membutuhkan peran Politbiro sebagai think-tank. Dapat diringkas perubahan sosial hanya bisa berhasil jika dicetuskan oleh Politbiro. Inilah yang menyebabkan komunisme menjadi "tumpul" dan tidak lagi diminati.
Komunisme sebagai ideologi
Komunisme sebagai ideologi mulai diterapkan saat meletusnya Revolusi Bolshevik di Rusia tanggal 7 November 1917. Sejak saat itu komunisme diterapkan sebagai sebuah ideologi dan disebarluaskan ke negara lain. Pada 2005 negara yang menganut faham komunis adalah Tiongkok, Vietnam, Kuba, Korea Utara, dan Laos. Pencetus terjadinya komunisme sebagai ideologi adalah Vladimir Lenin di rusia lewat Partainya yang bernama Partai Comunist InternasionaL
LIBERALISME
Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama.[1]
Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. [2] Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama.[2]
Dalam masyarakat modern, liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama mendasarkan kebebasan mayoritas.
Pokok-pokok Liberalisme
Ada tiga hal yang mendasar dari Ideolog Liberalisme yakni Kehidupan, Kebebasan dan Hak Milik (Life, Liberty and Property).[2] Dibawah ini, adalah nilai-nilai pokok yang bersumber dari tiga nilai dasar Liberalisme tadi:
  • Kesempatan yang sama. (Hold the Basic Equality of All Human Being). Bahwa manusia mempunyai kesempatan yang sama, di dalam segala bidang kehidupan baik politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. [2] Namun karena kualitas manusia yang berbeda-beda, sehingga dalam menggunakan persamaan kesempatan itu akan berlainan tergantung kepada kemampuannya masing-masing. Terlepas dari itu semua, hal ini (persamaan kesempatan) adalah suatu nilai yang mutlak dari demokrasi.[2]
  • Dengan adanya pengakuan terhadap persamaan manusia, dimana setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mengemukakan pendapatnya, maka dalam setiap penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi baik dalam kehidupan politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan kenegaraan dilakukan secara diskusi dan dilaksanakan dengan persetujuan – dimana hal ini sangat penting untuk menghilangkan egoisme individu.( Treat the Others Reason Equally.)[2]
  • Pemerintah harus mendapat persetujuan dari yang diperintah. Pemerintah tidak boleh bertindak menurut kehendaknya sendiri, tetapi harus bertindak menurut kehendak rakyat.(Government by the Consent of The People or The Governed)[2]
  • Berjalannya hukum (The Rule of Law). Fungsi Negara adalah untuk membela dan mengabdi pada rakyat. Terhadap hal asasi manusia yang merupakan hukum abadi dimana seluruh peraturan atau hukum dibuat oleh pemerintah adalah untuk melindungi dan mempertahankannya. Maka untuk menciptakan rule of law, harus ada patokan terhadap hukum tertinggi (Undang-undang), persamaan dimuka umum, dan persamaan sosial.[2]
  • Yang menjadi pemusatan kepentingan adalah individu.(The Emphasis of Individual)[2]
  • Negara hanyalah alat (The State is Instrument). [2] Negara itu sebagai suatu mekanisme yang digunakan untuk tujuan-tujuan yang lebih besar dibandingkan negara itu sendiri. [2] Di dalam ajaran Liberal Klasik, ditekankan bahwa masyarakat pada dasarnya dianggap, dapat memenuhi dirinya sendiri, dan negara hanyalah merupakan suatu langkah saja ketika usaha yang secara sukarela masyarakat telah mengalami kegagalan.[2]
  • Dalam liberalisme tidak dapat menerima ajaran dogmatisme (Refuse Dogatism).[2] Hal ini disebabkan karena pandangan filsafat dari John Locke (1632 – 1704) yang menyatakan bahwa semua pengetahuan itu didasarkan pada pengalaman. Dalam pandangan ini, kebenaran itu adalah berubah.


Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hasil Sidang Tahunan MPR tahun 2002 (tanggal 1 sampai dengan 11 Agustus 2002).

Setelah disahkannya Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Sidang Tahunan MPR tahun 2002 yang lalu, agenda reformasi konstitusi Indonesia untuk kurun waktu sekarang ini dipandang telah tuntas. Mengingat perubahan dilakukan dengan cara adendum, setelah dilakukan empat kali perubahan dalam satu rangkaian kegiatan, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memiliki susunan sebagai berikut:

1.    Naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh Dewan Perwakilan Rakyat (sebagaimana tercantum dalam Lembaran Negara Nomor 75 Tahun 1959);

2.    Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

3.    Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

4.    Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

5.    Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Untuk memudahkan pemahaman secara sistematis, holistik, dan komprehensif, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga disusun dalam satu naskah yang berisikan pasal-pasal dari Naskah Asli yang tidak berubah dan pasal-pasal dari empat naskah hasil perubahan. Penyusunan Undang-Undang Dasar 1945 dalam satu naskah pada awalnya merupakan kesepakatan Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja MPR masa sidang tahun 2001-2002. Selanjutnya kesepakatan itu dibahas dan disepakati oleh Komisi A Majelis pada Sidang Tahunan MPR tahun 2002, tanggal 9 Agustus 2002, yang disampaikan pada Rapat Paripurna ke-5 Sidang Tahunan MPR tahun 2002. Kesepakatan Komisi A Majelis itu menindaklanjuti laporan Panitia Ad Hoc I Badan Pekerja masa sidang tahun 2001-2002 dalam Rapat ke-4 Badan Pekerja MPR tanggal 25 Juli 2002 berupa draft Undang-Undang Dasar 1945 dalam satu naskah, untuk dilaporkan dalam sidang paripurna MPR, yang selanjutnya akan menjadi risalah sidang paripurna MPR sebagai naskah perbantuan dan kompilasi tanpa ada opini. Namun, susunan Undang-Undang Dasar dalam satu naskah itu bukan merupakan naskah resmi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kedudukannya hanya sebagai risalah sidang dalam rapat paripurna Sidang Tahunan MPR tahun 2002.
Perlu dicatat bahwa walaupun Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disusun dalam satu naskah, hal itu sama sekali tidak mengubah sistematika Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yakni secara penomoran tetap terdiri atas 16 bab dan 37 pasal. Perubahan bab dan pasal ditandai dengan penambahan huruf (A, B, C, dan seterusnya) di belakang angka bab atau pasal (contoh Bab VIIA tentang Dewan Perwakilan Daerah dan Pasal 22E). Penomoran Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang tetap tersebut sebagai konsekuensi logis dari pilihan melakukan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan cara adendum.

Ditinjau dari aspek sistematika, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum diubah terdiri atas tiga ba-gian (termasuk penamaannya), yaitu:
1.    Pembukaan (Preambule);
2.    Batang Tubuh;
3.    Penjelasan.

Setelah diubah, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri dari atas dua bagian, yaitu:
1.    Pembukaan;
2.    Pasal-pasal (sebagai ganti istilah Batang Tubuh).
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dilakukan mencakup 21 bab, 73 pasal, dan 170 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan dan 2 pasal Aturan Tambahan.
Ditinjau dari jumlah bab, pasal, dan ayat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum diubah ter-diri atas 16 bab, 37 pasal, 49 ayat, dan 4 pasal Aturan Peralihan serta 2 ayat Aturan Tambahan. Setelah diubah, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas 21 bab, 73 pasal, dan 170 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan serta 2 pasal Aturan Tambahan. Lihat tabel di bawah ini.

Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Sebelum dan Sesudah Perubahan

Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945
No.        Bab    Pasal    Ayat    Aturan
Peralihan    Aturan
Tambahan
1.    Sebelum Perubahan    16    37    49    4 pasal    2 ayat
2.    Setelah Perubahan    21    73    170    3 pasal    2 pasal

 
Sejarah Lahirnya Pancasila
Sejak akhir tahun 1944 dalam perang Asia Timur Raya (Perang Dunia ke II) Jepang mulai mengalami kekalahan dari sekutu, untuk menarik simpati rakyat Indonesia Jepang menjanjikan kemerdekaan Indonesia agar bangsa Indonesia tidak melawan dan mau membantu Jepang.

1. Pembentukan BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia)
Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Cosakai dibentuk oleh Jepang dan diumumkan oleh  Jenderal Kumakichi Harada pada tanggal 1 Maret 1945.
Pada tanggal 28 April 1945 diumumkan pengangkatan anggota BPUPKI di Gedung Cuo Sangi In di Pejambon Jakarta (sekarang Gedung Departemen Luar Negeri). Ketua BPUPKI ditunjuk Jepang adalah dr. Rajiman Wedyodiningrat, wakilnya adalah Icibangase (Jepang), dan sebagai sekretarisnya adalah R.P. Soeroso. Jumlah anggota BPUPKI adalah 63 orang yang mewakili hampir seluruh wilayah Indonesia ditambah 7 orang tanpa hak suara.

a. Masa Persidangan Pertama BPUPKI (29 Mei–1 Juni 1945)
Masa persidangan pertama BPUPKI dimulai pada tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan
1 Juni 1945 untuk membahas rumusan dasar negara Indonesia. Pada persidangan dikemukakan berbagai pendapat tentang dasar negara yang akan dipakai Indonesia merdeka. Pendapat tersebut disampaikan oleh Mr. Mohammad Yamin, Mr. Supomo, dan Ir. Sukarno.

1) Mr. Mohammad Yamin (29 Mei 1945)
Pemikirannya diberi judul ”Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia” dan mengusulkan dasar negara Indonesia merdeka yang intinya sebagai berikut:
a) peri kebangsaan;
b) peri kemanusiaan;
c) peri ketuhanan;
d) peri kerakyatan;
e) kesejahteraan rakyat.

2) Mr. Supomo (31 Mei 1945)
Pemikirannya berupa penjelasan tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan dasar negara Indonesia merdeka. Negara yang akan dibentuk hendaklah negara integralistik yang berdasarkan pada hal-hal berikut ini:
a) persatuan;
b) kekeluargaan;
c) keseimbangan lahir dan batin;
d) musyawarah;
e) keadilan sosial.

3) Ir. Sukarno (1 Juni 1945)
Pemikirannya terdiri atas lima asas berikut ini:
a) kebangsaan Indonesia;
b) internasionalisme atau perikemanusiaan;
c) mufakat atau demokrasi
d) kesejahteraan sosial;
e) Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kelima asas tersebut diberinya nama Pancasila sesuai saran teman yang ahli bahasa. Untuk selanjutnya, tanggal 1 Juni kita peringati sebagai hari Lahir Istilah Pancasila.

b. Masa Persidangan Kedua (10–16 Juli 1945)
Masa persidangan pertama BPUPKI berakhir, tetapi rumusan dasar negara untuk Indonesia merdeka belum terbentuk. Padahal, BPUPKI akan reses (istirahat) satu bulan penuh. Untuk itu, BPUPKI membentuk panitia perumus dasar negara yang beranggotakan sembilan orang sehingga disebut Panitia Sembilan. Tugas Panitia Sembilan adalah menampung berbagai aspirasi tentang pembentukan dasar negara Indonesia merdeka. Anggota Panitia Sembilan terdiri atas Ir. Sukarno (ketua), Abdulkahar Muzakir, Drs. Moh. Hatta, K.H. Abdul Wachid Hasyim, Mr. Moh. Yamin, H. Agus Salim, Ahmad Subarjo, Abikusno Cokrosuryo, dan A. A. Maramis. Panitia Sembilan bekerja cerdas sehingga pada tanggal 22 Juni 1945
berhasil merumuskan dasar negara untuk Indonesia merdeka. Rumusan itu oleh Mr. Moh. Yamin diberi nama Piagam Jakarta atau Jakarta Charter. Naskah Piagam Jakarta berbunyi, seperti berikut.

Piagam Jakarta
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Atas berkat Rahmat Allah Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan menyatakan kemerdekaanya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan Indonesia itu dalam suatu hukum dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pada tanggal 10 sampai dengan 16 Juli 1945, BPUPKI mengadakan sidang kedua. Pada masa persidangan ini, BPUPKI membahas rancangan undang-undang dasar. Untuk itu, dibentuk Panitia Perancang Undang- Undang Dasar yang diketuai Ir. Sukarno. Panitia tersebut juga membentuk kelompok kecil yang beranggotakan tujuh orang yang khusus merumuskan rancangan UUD. Kelompok kecil ini diketuai Mr. Supomo dengan anggota Wongsonegoro, Ahmad Subarjo, Singgih, H. Agus Salim, dan Sukiman. Hasil kerjanya kemudian disempurnakan kebahasaannya oleh Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri atas Husein Jayadiningrat, H. Agus Salim, dan Mr. Supomo. Ir. Sukarno melaporkan hasil kerja Panitia Perancang Undang-Undang pada sidang BPUPKI tanggal 14 Juli 1945. Pada laporannya disebutkan tiga hal pokok, yaitu pernyataan Indonesia merdeka, pembukaan undang-undang dasar, dan undang-undang dasar (batang tubuh).

Pada tanggal 15 dan 16 Juli 1945 diadakan sidang untuk menyusun UUD berdasarkan hasil kerja Panitia Perancang Undang-Undang Dasar. Pada tanggal 17 Juli 1945 dilaporkan hasil kerja penyusunan UUD. Laporan diterima sidang pleno BPUPKI.

2. Pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
Pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI dibubarkan Jepang. Untuk menindaklanjuti hasil kerja BPUPKI, Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Lembaga tersebut dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Iinkai.

PPKI beranggotakan 21 orang yang mewakili seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Mereka terdiri atas 12 orang wakil dari Jawa, 3 orang wakil dari Sumatera, 2 orang wakil dari Sulawesi, dan seorang wakil dari Sunda Kecil, Maluku serta penduduk Cina. Ketua PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, menambah anggota PPKI enam orang lagi sehingga semua anggota PPKI berjumlah 27 orang.
PPKI dipimpin oleh Ir. Sukarno, wakilnya Drs. Moh. Hatta, dan penasihatnya Ahmad Subarjo. Adapun anggotanya adalah Mr. Supomo, dr. Rajiman Wedyodiningrat, R.P. Suroso, Sutardjo, K.H. Abdul Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Oto Iskandardinata, Suryohamijoyo, Abdul Kadir, Puruboyo, Yap Tjwan Bing, Latuharhary, Dr. Amir, Abdul Abbas, Teuku Moh. Hasan, Hamdani, Sam Ratulangi, Andi Pangeran, I Gusti Ktut Pudja, Wiranatakusumah, Ki Hajar Dewantara, Kasman Singodimejo, Sayuti Melik, dan Iwa Kusumasumantri.

a. Proses Penetapan Dasar Negara dan Konstitusi Negara
Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidangnya yang pertama. Pada sidang ini PPKI membahas konstitusi negara Indonesia, Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, serta lembaga yang membantu tugas Presiden Indonesia.
PPKI membahas konstitusi negara Indonesia dengan menggunakan naskah Piagam Jakarta yang telah disahkan BPUPKI. Namun, sebelum sidang dimulai, Bung Hatta dan beberapa tokoh Islam mengadakan pembahasan sendiri untuk mencari penyelesaian masalah kalimat ”... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” pada kalimat ”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Tokoh-tokoh Islam yang membahas adalah Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimejo, K.H. Abdul Wachid Hasyim, dan Teuku Moh. Hassan. Mereka perlu membahas hal tersebut karena pesan dari pemeluk agama lain dan terutama tokoh-tokoh dari Indonesia bagian timur yang merasa keberatan dengan kalimat tersebut. Mereka mengancam akan mendirikan negara sendiri apabila kalimat tersebut tidak diubah. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, dicapai kesepakatan untuk menghilangkan kalimat ”... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Hal ini dilakukan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Kita harus menghargai nilai juang para tokoh-tokoh yang sepakat menghilangkan kalimat ”.... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Para tokoh PPKI berjiwa besar dan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Mereka juga mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Adapun tujuan diadakan pembahasan sendiri tidak pada forum sidang agar permasalahan cepat selesai. Dengan disetujuinya perubahan itu maka segera saja sidang pertama PPKI dibuka.

b. Perbedaan dan Kesepakatan yang Muncul dalam Sidang PPKI
Pada sidang pertama PPKI rancangan UUD hasil kerja BPUPKI dibahas kembali. Pada pembahasannya terdapat usul perubahan yang dilontarkan kelompok Hatta. Mereka mengusulkan dua perubahan.
Pertama, berkaitan dengan sila pertama yang semula berbunyi ”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi ”Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Kedua, Bab II UUD Pasal 6 yang semula berbunyi ”Presiden ialah orang Indonesia yang
beragama Islam” diubah menjadi ”Presiden ialah orang Indonesia asli”. Semua usulan itu diterima peserta sidang. Hal itu menunjukkan mereka sangat memperhatikan persatuan dan kesatuan bangsa.
Rancangan hukum dasar yang diterima BPUPKI pada tanggal 17 Juli 1945 setelah disempurnakan oleh PPKI disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. UUD itu kemudian dikenal sebagai UUD 1945.

Keberadaan UUD 1945 diumumkan dalam berita Republik Indonesia Tahun ke-2 No. 7 Tahun 1946 pada halaman 45–48. Sistematika UUD 1945 itu terdiri atas hal sebagai berikut.
1) Pembukaan (mukadimah) UUD 1945 terdiri atas empat alinea. Pada Alenia ke-4 UUD 1945 tercantum Pancasila sebagai dasar negara yang berbunyi sebagai berikut :
a) Ketuhanan Yang Maha Esa.
b) Kemanusiaan yang adil dan beradab.
c) Persatuan Indonesia.
d) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.
e) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

2) Batang tubuh UUD 1945 terdiri atas 16 bab, 37 pasal, 4 pasal aturan peralihan, dan 2 ayat aturan tambahan

3) Penjelasan UUD 1945 terdiri atas penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal.

Susunan dan rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan perjanjian seluruh bangsa Indonesia. Oleh karena itu, mulai saat itu bangsa Indonesia membulatkan tekad menjadikan Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar